Dilihat dari banyaknya tenaga kerja yang terlibat dan alat yang digunakan, bisa diduga bahwa pembuatan komik memerlukan biaya produksi yang tak sedikit. Risikonya, harganya bisa mahaI. Maka komik Jepang mempunyai gaya tersendiri
engan tidak memainkan warna, beda dengan komik amerika atau eropa yang full color dengan biaya produksi yang lebih tinggi. Jumlah eksemplar yang diterbitkan juga dipertimbangkan. Pendeknya, jangan sampai kebanyakan dan tak laku. Cetak ulang hanya dimungkinkan jika permintaan pasar sangat besar.
Cara pembuatan komik profesional ini telah dilakukan bertahun-tahun. Tidak di Indonesia, tentunya. Melainkan di negara-negara maju. Misalnya Amerika dan Jepang. Dengan fasilitas dan ketrampilan yang memadai, komik bukan lagi menjadi sebuah karya picisan. Dan dengan kelengkapan teknik promosi yang hebat. jadilah komik sebuah industri besar. Produknya laku bagaikan kacang goreng. Saat ini, komik-komik asing telah “menyerbu’ Indonesia. Dan bisa dibilang laku keras. Sementara komik Indonesia sangat sedikit jumlahnya. Itu pun harus dikatakan kualitasnya jauh dari memadai. Kapankah kita mempunyai komik keren yang setara dengan komik-komik asing? Adakah sebagian dari kita, penduduk yang berjumtah 180 juta jiwa ini, yang ingin memulainya?
Sabtu, 14 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar